Menangis Bikin Kaya, Bisnis Ini Cuan Rp 300 Juta

Jakarta, CNBC Indonesia – Saat ada anggota keluarga atau teman dekat meninggal, derai air mata dan suara tangisan selalu ada sebagai salah satu bentuk tanda berduka. Namun, apa jadinya jika tidak ada suara tangisan dan air mata di acara kematian?

Inilah yang kemudian memantik ide bisnis unik dan nyeleneh, yakni bisnis pelayat profesional yang dibayar untuk menangis sejadi-jadinya. Di Asia Timur, khususnya China dan Taiwan, bisnis ini sangat masif.

Perlu diketahui, mengutip Taipei News, masyarakat China dan Taiwan punya budaya tersendiri terkait kematian. Di acara persemayaman dan pemakaman ada alokasi waktu khusus kepada sanak saudara dan teman untuk memberi ucapan belasungkawa kepada keluarga, sekaligus mendoakan mendiang.

Masalahnya, tak semua orang bisa datang ke acara tersebut karena anggota keluarga hidup tersebar di banyak kota. Alhasil, akibat tak mau acara persemayaman dan pemakaman menjadi sepi karena berkaitan dengan status sosial, pihak keluarga memperbolehkan orang lain tak dikenal datang untuk menangis dan mendoakan. Tentu saja, itu semua ada bayarannya.

Atas dasar inilah, perempuan asal Taiwan, Liu Chun-Lin, menjalani profesi menjadi pelayat. Sebagai catatan, Liu awalnya hidup miskin dan sebatang kara. Untuk hidup sehari-hari dia diharuskan bekerja sejak remaja. Namun, upaya itu tetap saja membuatnya miskin dan tak bisa memupuk kekayaan. Hingga akhirnya, di usia 30 tahun atau sekitar tahun 2005 dia alih profesi jadi pelayat. 

Dalam laporan BBC, Liu kerap diundang ke acara kematian hanya untuk menangis, mendoakan dan meminta orang yang meninggal untuk bangun kembali. Dengan dibalut pakaian nuansa hitam atau putih dia berdiri di samping peti jenazah untuk bekerja. 

“Pah, anakmu kangen banget. Hidup lagi dong, Pah!,” ujar Liu mencontohkan saat berpura-pura sedih dan menangis.

Ketika sudah selesai menjalani drama demikian, Liu baru mendapat bayaran. Dia mengaku mendapat uang US$ 600 atau sekitar Rp 9 juta di masa kini. Tentu saja ini jadi bayaran fantastis bagi Liu yang hidup lontang-lantung.

Terlebih, uang segitu diperoleh dari satu acara saja. Jadi, bisa dibayangkan kalau banyak orang meninggal, maka pasti dompet Liu akan menebal. Liu pun mengaku setelah menjalani profesi ini, hidupnya berubah drastis menjadi lebih sejahtera. Keberhasilan ini kemudian membuatnya mendirikan usaha pelatihan untuk menjadi pelayat profesional. 

Tak hanya Liu, perempuan China lain bernama Dingding Mao juga merasakan hal serupa. Dia awalnya hidup miskin karena terkena PHK. Namun, setelah menjalani profesi ini Mao langsung kaya raya.

Terlebih, Mao berbeda dengan Liu. Dia tak hanya memberikan jasa menangis saja, tetapi juga hiburan. Kepada NPR News, Mao kerap memberikan tarian-tarian di samping peti jenazah supaya keluarga tak larut dalam kesedihan dan semakin menambah ramai acara persemayaman. Tentu saja, ada bayaran lebih jika melakukan hal ini. 

Fenomena bisnis semacam ini kemudian memberi inspirasi di negara-negara lain di dunia. Di Ghana, CNN International pernah membuat laporan bagaimana industri pemakaman jadi salah satu sektor bisnis besar di negara tersebut.

Seseorang bisa meraup untung puluhan dolar di satu kali acara saja. Semakin besar acaranya, makin besar pula keuntungan yang didapat. Begitu pula jika makin syahdu menangis, bayarannya makin besar.

Menariknya, kegiatan ini tak hanya dilakukan tiap individu saja.  Bahkan, ada event organizer khusus untuk menyebar banyak orang ke acara pemakaman supaya bisa meriuhkan suasana. Total cuannya mencapai US$ 15.000 sampai US$ 20.000 atau setara Rp 200-300an juta.

Sejauh ini di Indonesia belum ada profesi bisnis menjadi pelayat yang berpura-pura menangis. Namun, dengan melihat potensi cuan luar biasa, tidak menutup kemungkinan bisnis ini bakal ada di Indonesia suatu saat nanti. 

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Dikira Produk Barat, Merek Donat Ini Ternyata Asli Indonesia


(mfa/mfa) 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *