Pertamina Pamerkan Capaian Target Nol Emisi di Ajang COP28

Jakarta, CNBC Indonesia – PT Pertamina (Persero) memamerkan sejumlah capaian dalam mengejar target Net Zero Emission 2060 pada gelaran Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa 2023 atau Conference of the Parties 28 di Uni Emirat Arab. Capaian ini dihasilkan melalui berbagai program yang telah dijalankan Pertamina.

Senior Vice President Research and Technology Innovation Pertamina Oki Muraza, perseroan mengubah trilema energi, yaitu keamanan, keberlanjutan, dan keterjangkauan energi menjadi peluang. Strategi ini akan menjawab kebutuhan energi yang terus meningkat 3,6% hingga 4,2% per tahun.

Oki menekankan, Pertamina aktif mengembangkan energi baru dan terbarukan (EBT), seperti bioenergi dan geotermal.

Dia menjelaskan inovasi dan program transisi energi tersebut membawa Pertamina mengurangi emisi gas rumah kaca 31% sejak 2010 hingga 2022. Upaya ini berdampak positif pada performa yang membanggakan di pemeringkatan aspek ESG atau Environment, Social, and Governance (ESG).

“Di tahun 2022 peringkat ESG Pertamina naik menjadi 22,1. Pertamina menempati posisi kedua untuk kategori industri minyak dan gas terintegrasi. Peringkatnya naik signifikan dari tahun 2021. Ini capaian yang sangat membanggakan,” ungkap Oki dalam keterangan tertulis, Senin (4/12/2023).

Untuk mendorong keberlanjutan energi, Pertamina melakukan sejumlah strategi. Di antaranya pengurangan dan pemanfaatan gas suar, penangkapan metana, dan efisiensi energi.

Pertamina mengurangi emisi dari pemanfaatan gas buang sebesar 5,3 juta metrik ton CO2 ekuivalen (MMtCO2e). Perseroan juga mencatat pengurangan emisi dari efisiensi energi sebesar 1,4 MMtCO2e, bahan bakar gas 0,04 MMtCO2e, dan beragam aktivitas lainnya 1,2 MMtCO2e.

Tak hanya itu, Pertamina juga mengembangkan teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) serta Carbon Capture, Utilisation, and Storage (CCUS). Oki menjelaskan, Pertamina telah berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk mengembangkan sembilan lokasi penangkapan karbon di Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Sulawesi.

Selain itu, Pertamina tengah mengembangkan kilang hijau atau green refinery di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Di mana fase pertama diselesaikan pada Februari 2022 dengan kapasitas produksi hidrogen sebesar 3 kilo barel per hari (KBPD).

“Ini adalah upaya kami dalam mengurangi emisi melalui bahan bakar rendah emisi,” ucap Oki.

Teknologi ini menggunakan bahan baku berupa minyak sawit yang dimurnikan, diputihkan, dan dihilangkan baunya atau refined bleached deodorized palm oil (RBDPO). Kini, fase kedua tengah dijalankan dengan target kapasitas 6 KBPD.

“Tidak hanya itu, Pertamina pun memiliki teknologi petrokimia,” tambah Oki.

Kemudian pada sektor transportasi, Pertamina mendorong dekarbonisasi melalui pengembangan biofuel. Oki menyebutkan, sektor transportasi berkontribusi 20% pada total emisi sehingga mendorong Pertamina mengembangkan biodiesel dengan target produksi 13 juta ton per tahun.

Pertamina juga mengembangkan bioetanol di Surabaya, Jawa Timur, serta DKI Jakarta dengan memanfaatkan sorgum.

“Selanjutnya, kami akan mengembangkannya dari bakau yang glukosanya diambil dari jenis bakau nipah,” imbuh Oki.

Untuk mendorong EBT, Pertamina mengembangkan geothermal di enam wilayah, yang tersebar di wilayah Sumatra, Jawa, dan Sulawesi. Tahun 2023, kapasitas operasional produksi geothermal ini mencapai 672,5 megawatt (MW).

Menurut Oki, Pertamina Geothermal Energy (PGE) berencana menambah kapasitas tersebut menjadi 340 MW dalam dua tahun ke depan.

Terakhir, Pertamina mengembangkan hidrogen di lima klister yang tersebar di Batam, Riau, kawasan selatan Pulau Sumatera, Kota Cilegon, Banten, Sulawesi Utara, dan area sepanjang Sumatra-Jawa. Kelimanya diproyeksikan memiliki potensi hidrogen sebesar 1,8 juta ton per tahun (Mtpa).

Untuk memuluskan strategi transisi energi dan pengurangan emisi, Oki menekankan pentingnya kolaborasi, pengembangan teknologi, dan dukungan regulasi.

“Pengembangannya membutuhkan kolaborasi dengan mitra strategis serta insentif dari pemerintah. Hal ini untuk mendorong transfer teknologi, meminimalisir risiko, dan membantu perusahaan untuk tumbuh,” ungkapnya.

Senada, Direktur Transmisi dan Sistem Perencanaan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Evy Haryadi pun meyakini pentingnya sinergi antara PLN dan Pertamina.

“Sebagai badan usaha milik negara yang bergerak pada sektor energi, keduanya memegang peranan penting dalam mewujudkan agenda transisi energi,” ungkapnya.

Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Nani Hendiarti menyatakan Indonesia harus bersiap di tengah dua kebutuhan yang berbeda.

“Kita harus mencapai NZE pada 2060, di tengah kebutuhan keamanan, keberlanjutan, dan keterjangkauan energi yang semakin meningkat,” tuturnya.

Dalam dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC), Indonesia memiliki target penurunan emisi 31,89% dengan kemampuan sendiri, dan 43,2% dengan bantuan internasional. Sektor energi memiliki target 358 MtCO2e dengan kemampuan sendiri, dan 446 MtCO2e dengan bantuan internasional.

Target aksi iklim dapat tercapai apabila ada sinergi antar sektor, contohnya sektor energi dan lingkungan. Untuk itu, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Laksmi Dhewanti berpesan agar strategi perusahaan sektor energi digabungkan dengan strategi sektor lahan untuk mewujudkan aksi iklim.

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Pertamina Buka-bukaan Inovasi Kejar Nol Emisi Karbon


(rah/rah) 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *